Minggu, 03 November 2013

Pengolahan Air Pendingin



      Air pendingin (cooling water) adalah air yang dilewatkan melalui alat penukar panas dengan maksud untuk menyerap dan memindahkan panasnya. Sistem yang dilalui oleh aliran air pendingin disebut sebagai sistem air pendingin (cooling water system). Sistem air pendingin dibagi dalam dua jenis, yaitu jenis resirkulasi dan jenis sekali lewat (once-through). Pada jenis resirkulasi, air pendingin yang telah digunakan, digunakan kembali untuk keperluan yang sama, sedangkan pada sistem sekali-lewat air yang telah digunakan langsung dibuang. Jenis resirkulasi dibagi lagi dalam dua jenis, yaitu resirkulasi terbuka dan resirkulasi tertutup. Pada sistem resirkulasi terbuka sebagian air yang telah digunakan diuapkan untuk mendinginkan bagian air sisanya. Pada sistem resirkulasi tertutup, pendinginan kembali tidak dengan cara memanfaatkan panas laten penguapan, melainkan dengan menggunakan suatu jenis alat penukar panas.
            Pada sub-bab berikut, akan dijelaskan mengenai persyaratan air pendingin serta metoda pengendalian terhadap masalah yang sering timbul pada sistem air pendingin. Metoda pengendalian tersebut meliputi sistem air pendingin resirkulasi terbuka, sistem
air pendingin resirkulasi tertutup, dan sistem air pendingin sekali-lewat.


ü Persyaratan Air Pendingin
            Air pendingin adalah air yang dilewatkan melalui alat penukar panas (heat exchanger) dengan maksud untuk menyerap dan memindahkan panasnya. Masalah yang sering timbul dalam sistem air pendingin adalah :
1)      terjadinya korosi
2)      pembentukan kerak dan deposit
3)      terjadinya fouling akibat aktivitas mikroba


Korosi pada Sistem Air Pendingin
            Kerugian yang ditimbulkan oleh korosi pada sistem air pendingin adalah penyumbatan dan kerusakan pada sistem perpipaan. Kontaminasi produk yang diinginkan karena adanya kebocoran-kebocoran, dan menurunnya efisiensi perpindahan panas. Mekanisme sederhana dan beberapa hal yang menyebabkan terjadinya korosi telah dibahas pada sub bab Pengolahan Air Umpan Ketel.

Pembentukan Kerak dan Deposit pada Sistem Air Pendingin
            Gangguan yang ditimbulkan oleh terbentuknya kerak antara lain : penurunan efisiensi perpindahan panas, naiknya kehilangan tekanan karena naiknya tahanan dalam pipa serta penyumbatan pada pipa-pipa berukuran kecil.

Fouling pada Sistem Air Pendingin
            Menara pendingin (cooling tower) merupakan bagian dari sistem air pendingin yang memberikan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisma. Algae dapat berkembang dengan baik pada bagian yang cukup mendapat sinar matahari, sedangkan "lendir" (slime) dapat berkembang pada hampir diseluruh bagian dari sistem air pendingin ini. Mikroorganisma yang tumbuh dan berkembang tersebut merupakan deposit (foul) yang dapat mengakibatkan korosi lokal, penyumbatan dan penurunan efisiensi perpindahan panas.

            Penggunaan air yang memenuhi persyaratan dapat mencegah timbulnya masalah-masalah dalam sistem air pendingin. Persyaratan bagi air yang dipergunakan sebagai air pendingin tidak seketat persyaratan untuk umpan ketel. Contoh persyaratan untuk air pendingin untuk sistem resirkulasi terbuka ditunjukkan pada Tabel 6.1.


Tabel 6.1 Contoh persyaratan untuk air pendingin resirkulasi terbuka
Parameter

Nilai
1.      Konduktivitas (mhos/cm)
< 1000
2.      Turbiditas (ppm)
< 10
3.      Suspended Solid (ppm)
< 10
4.      Total Hardness (ppm as CaCO3)
< 100
5.      Total Iron (ppm as Fe)
< 1,0
6.      Residual Chlorine (ppm as Cl2)
0,5 – 1,0
7.      Silicate (ppm as SiO2)
< 150
8.      Total Chromate (ppm as CrO4)
1,5 – 2,5
9.      pH
6,5 – 7,5



ü Sistem Air Pendingin dengan Resirkulasi Terbuka
            Sistem resirkulasi terbuka dibahas lebih dulu karena sistem ini memiliki masalah yang jauh lebih rumit, sehingga masalah dalam sistem ini telah mencakup pula masalah dalam sistem-sistem yang lain.


ü Sistem Air Pendingin dengan Resirkulasi Tertutup dan Sistem Air Pendingin Sekali-Lewat
            Sistem air pendingin dengan resirkulasi tertutup membutuhkan sejumlah kecil air make-up untuk mengurangi gangguan. Air demin atau kondensat uap, biasanya digunakan sebagai sebagai air make-up. Pada sistem air pendingin sekali-lewat, tidak ada proses pemekatan. Jika proses pemekatan tidak terjadi, maka kadar padatan terlarut relatif sama dengan air umpan. Kekurangan pada sistem ini adalah terjadi kenaikan temperatur, sehingga perlu usaha untuk menurunkan temperatur tersebut. Pengolahan seringkali dimaksudkan untuk mencegah atau meminimumkan kerak atau korosi dan juga berfungsi untuk mengurangi fouling yang disebabkan oleh padatan tersuspensi dan organisme laut. Chemicals yang digunakan untuk maksud tersebut identik dengan yang dipakai untuk resirkulasi terbuka, kecuali pada pengendalian korosi. Pemakaian inhibitor korosi pada sistem ini sama sekali tidak praktis, sehingga masalah korosi ditangani dengan cara melapisi permukaan peralatan dengan serat yang diperkuat dengan plastik, semen, atau menggunakan peralatan yang tahan terhadap korosi.


ü Cara Pengandalian Masalah yang Sering Terjadi pada Sistem Air Pendingin

Pengendalian Pembentukan Kerak
            Pembentukan kerak dipengaruhi oleh jumlah padatan terlarut yang ada di air. CaCO3 merupakan kerak yang sering ditemui pada sistem air pendingin dan terbentuk jika kadar Ca dan alkalinitas air terlalu tinggi. Pengendalian gangguan ini dimaksudkan untuk mencegah pembentukan kerak CaCO3 dengan menjaga agar kadar Ca dan alkalinitas dalam air sirkulasi cukup rendah, dan mencegah pengendapan kerak pada permukaan logam. Untuk maksud pertama dapat ditempuh dua cara, yaitu :
1.      menurunkan siklus konsentrasi air yang bersirkulasi atau
2.      menambah asam, misalnya H2SO4, agar pH air di bawah 7

            Untuk maksud kedua dapat digunakan inhibitor kerak berupa chemicals seperti
polifosfat, fosfonat, ester fosfonat dan poliacrylat. Kecenderungan pembentukan kerak dapat diperkirakan menggunakan Langelier Saturation Index (LSI) dan Ryznar Stability Index (RSI). Fokus utama penggunaan kedua index ini adalah untuk mengatur kondisi air pendingin agar tidak membentuk kerak dan tidak bersifat korosif. Index LSI berharga positif (+) berarti air cenderung untuk membentuk kerak CaCO3, dan jika berharga negatif (-) air tidak jenuh dengan CaCO3, cenderung untuk melarutkan CaCO3 dan bersifat korosif. Identik dengan LSI,
harga RSI lebih kecil dari 6,0 menunjukkan kecenderungan pembentukan kerak dan jika lebih besar dari 6,0 berarti cenderung untuk melarutkan CaCO3 dan bersifat korosif Contoh penggunaan LSl disajikan pada Gambar 6.1. Gambar tersebut dapat dipakai untuk menghitung pHs, yaitu harga pH dimana air berada dalam kesetimbangan dengan CaCO3. Perbedaan harga pHs dengan pH menyatakan harga indeks LSI. Tabel 6.2 menyajikan harga indeks LSI dan RSI dan perkiraan kemungkinan yang akan terjadi pada sistem air pendingin.


Pengendalian Korosi
            Pengendalian korosi dilakukan dengan cara menambahkan chemicals yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat). Inhibitor yang umum dipakai adalah polifosfat, kromat, dikromat, silikat, nitrat ferrosianida dan molibdat. Dosis inhibitor yang digunakan harus tepat, karena suatu inhibitor hanya dapat bekerja efektif setelah kadarnya mencapai harga tertentu. Kadar minimum yang dibutuhkan oleh suatu inhibitor agar dapat bekerja secara efektif disebut batas kritis. Pemakaian inhibitor yang melebihi batas kritis akan menambah biaya operasi. Jika kadar inhibitor turun di bawah batas kritis, bukan saja menjadi tidak efektif, tetapi dapat pula menyebabkan pitting.













Gambar 6.1 Diagram Langelier Saturation Index






Pengendalian Pembentukan Fouling dan Penghilangan Padatan Tersuspensi
            Pembentukan fouling yang disebabkan oleh mikroorganisme dapat dicegah atau dikendalikan menggunakan klorin, klorofenol, garam organometal, ammonium kuartener, dan berbagai jenis mikrobiosida (biosida). Klorin merupakan chemicals yang paling banyak dipakai. Dosis pemakaian klorin yang efektif adalah sebesar 0,3 sampai 1,0 ppm. Pengolahan yang tepat diperoleh secara percobaan, karena penggunaan beberapa biosida secara bersama-sama kadang-kadang memberikan hasil yang lebih baik dan senyawa-senyawa tersebut acap kali digunakan bersama klorin. Padatan tersuspensi dalam air merupakan masalah yang cukup serius.
            Padatan tersuspensi tersebut dapat menempel pada permukaan perpindahan panas sehingga mengakibatkan berkurangnya efisiensi perpindahan panas. Salah satu metoda yang digunakan untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah dengan melakukan filtrasi secara kontinu terhadap sebagian air yang disirkulasi.

PENGELOLAHAN AIR EKSTERNAL


Air baku yang digunakan dalam proses pengolahan air umunya mengandung  total suspended solid yang dapat menyebabkan kekeruhan pada air baku. Kandungan total suspended solid di dalam  air sangat bervariasi tergantung kualitas air baku. Pada saat musim kemarau kandungan total suspended solid akan menjadi lebih rendah dari pada kandungan total suspended solid pada saat musim hujan. Kandungan total suspended solid dapat diturunkan dengan proses pengendapan pada bak prasedimentasi. Pengolahan eksternal digunakan untuk membuang padatan tersuspensi, padatan telarut  (terutama ion kalsium dan magnesium yang merupakan penyebab utama pembentukan  kerak) dan gas- gas terlarut (oksigen dan karbon dioksida).

Proses perlakuan eksternal yang ada adalah :
  Koagulasi dan Flokulasi
  Sedimentasi
  Filtrasi
  Demineralisasi
  Softening
  Deaerasi


Metode pengolahan awal adalah sedimentasi sederhana dalam tangki pengendapan  atau pengendapan dalam clarifiers dengan bantuan koagulan dan flokulan, penyaring  pasir bertekanan, dengan aerasi untuk kmenghilangkan karbon dioksida dan besi.

1.      Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi dan flokulasi yaitu proses pemberian bahan-bahan koagulan dan flokulan  kedalam air umpan boiler dengan cara penginjeksian. Koagulasi merupakan proses  netralisasi muatan sehingga partikel partikel dapat saling berdekatan satu dengan yang  lainnya. Flokulasi merupakan proses penyatuan antar partikel-partikel yang sudah  saling berdekatan satu dengan yang lain sehingga partikel -partikel akan saling menarik dan membentuk flok.  Untuk menurunkan turbidity pada inlet clarifier diinjeksikan bahan kimia, yaitu :

a.  Alum Sulfat (Al2(SO4). 18 H2O)
Berfungsi untuk membentuk gumpalan dari partikel yang tersuspensi dalam  air. Bila alum sulfat dikontakkan dengan air maka akan terjadi hidrolisa yang menghasilkan  alumunium hidroksida dan asam sulfat. Penambahan alum tergantung pada  turbiditydan laju alir air.
Reaksi yang terjadi adalah :

Al2 (SO4). 18 H2O + 6 H2O                                     2Al(OH)3 + 3H2SO4 18 H2O

Al (OH)3  yang berupa koloid akan mengendap bersama kotoran lain yang terikut ke dalam air sedangkan H2SO4 akan mengakibatkan air bersifat asam.

b.  Caustik Soda (NaOH)
Berfungsi untuk menetralkan asam akibat reaksi pada proses sebelumnya,  konsentrasi  caustik soda  yang ditambahkan bergantung pada keasaman larutan. PH diharapkan antara 6 – 8.

Reaksi yang terjadi adalah :

H2SO4 + 2 NaOH                              Na2SO4 + 2 H2O

c.    Klorin (Cl2)
Penambahan klorin ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme dalam air,  disamping itu juga untukmencegah tumbuhnya lumut pada dinding  clarifier  yang  dapat mengganggu proses selanjutnya.

d.  Coagulant Aid (Polymer)
Berfungsi untuk mempercepat proses pengendapan, karena penambahan bahan ini akan mengikat partikel-partikel yang menggumpal sebelumnya menjadi gumpalan  yang lebih besar (flok)  sehingga lebih mudah dan cepat mengendap.

2.        Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pemisahan partikel - partikel melayang di dalam air oleh pengaruh gaya gravitasi atau gaya berat partikel. Berdasarkan tingkat konsentrasi partikel di dalam air dan kecenderungan partikel untuk saling berinteraksi, maka proses sedimentasi dapat digolongkan kedalam 4 tipe sedimentasi sebagai berikut :

a)      Tipe 1  : Pengendapan Partikel Mandiri (Discrete Particle Settling)
b)      Tipe 2  : Pengendapan Partikel Floc ( Floculant Settling)
c)      Tipe 3  : Pengendapan Secara Perintangan ( Hindered Settling )
d)     Tipe 4  : Pengendapan Secara Pemampatan ( Compression Settling )


A.    Pengendapan Partikel Mandiri (Discrete Particle Settling)
Pengendapan sebuah discrete particle di dalam air hanya dipengaruhi oleh karakteristik air dan partikel yang bersangkutan dan dapat diterangkan dengan rumus - rumus sederhana dalam mekanika fluida. Yang dimaksud dengan discrete particle adalah partikel yang tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat selama partikel tersebut mengendap. Proses pengendapan partikel berlangsung semata-mata akibat pengaruh gaya partikel atau berat partikel sendiri. Pengendapan akan berlangsung sempurna apabila aliran dalam keadaan tenang (aliran laminer)

a.       Gerakan partikel
                 Akibat beratnya sendiri, partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan bergerak vertikal ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan dan disebut terminal settling velocity.

b.      Gaya berat partikel
Gaya berat partikel dalam air merupakan resultant antara gaya berat partikel dan gaya apung.

Fi = Fv – Fb ………………………………………(1)
dengan :
Fi = gaya berat efektif partikel dalam air,
Fv = gaya berat partikel,
Fb = gaya apung.

Apabila Fv = ρs . g . Vp dan Fb = ρv . g . Vp, maka :
 
Fi = ( ρs – ρw ). g . Vp ………………………… (2)
dengan :
ρs = rapat masa partikel,
ρw = rapat masa air,
g = percepatan grafitasi bumi,
Vp = volume partikel

c.       Gaya hambatan
Gaya hambatan yang dialami selama partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air.

Fd = CD . Ap . ρ . Vs2 …………………………… (3)

dengan :
Fd = gaya hambatan,
Ap = luas proyeksi partikel,
Vs = kecepatan gerak partikel,
CD = koefisien hambatan.

d.      Kecepatan pengendapan
Untuk memperoleh hasil yang optimal, maka kolam pengendapan dirancang berdasarkan ukuran butir yang paling dominan. Apabila kecepatan pengandapan partikel tersebut vt , maka semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vt akan diendapakan pada dasar kolam. Dengan demikian apabila luas permukaan kolam A, maka besarnya laju pemisahan partikel dari aliran air adalah :

Q = A . vt

Selanjutnya : vt = Q / A dan disebut laju pembebanan permukaan (surface loading rate atau overflow rate ). Jadi kalau pembebanan permukaan setara dengan kecepatan pengandapan.

e.       Kolam pengendapan ideal
Pada kolam pengendapan yang ideal dengan aliran continue, maka panjang kolam dan waktu tinggal ditentukan sedemikian sehingga semua partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan vt akan mengendap di dasar kolam.
f.       Pengaruh Ukuran partikel
Mengingat bahwa ukuran butir partikel di dalam air sangat bervariasi, maka tidak semua partikel dapat diendapkan di dalam kolam pengendapan. Dengan demikian hanya partikel yang mempunyai kecepatan pengendapan sama atau lebih besar dari vt akan tertahan secara sempurna di dalam kolam pengendapan.

g.      Efesiensi pengendapan
Pengendapan tidak langsung dipengaruhi oleh kedalaman kolam, tetapi dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan. Oleh sebab itu untuk memperoleh hasil yang optimal, kolam pengendapan dirancang tidak terlalu dalam.

B.     Pengendapan Partikel Floc ( Floculant Settling)
Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai partikel mandiri (discrete particle) tetapi sering membentuk gumpalan (flocculant particle) selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan mempercepat pengendapannya.
Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan terjadi  tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam, gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan sedimentasi.

a.       Karakteristik pengendapan
Karakteristik dari pengendapan partikel flok, dapat ditentukan dengan percobaan yang menggunakan sebuah kolom pengendapan. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan digunakan kolom dengan tinggi 3 m dan diameter 150 mm. kolom pengendapan dilengkapi dengan krans pengambil sampel air dengan jarak vertical 0,6 m. dengan hati-hati kolom diisi dengan larutan suspense sehingga diperoleh distribusi ukuran butir yang cukup seragam pada sepanjang kolom dan dijaga agar partikel mengendap dalam suasana tenang.

b.      Pengendapan
Pengambilan sampel air dilakukan berdasarkan variasi waktu dan kedalaman air. Untuk selanjutnya sampel air dianalisis kandungan partikelnya. Fraksi partikel yang mengendap selanjutnya diplotkan dengan variasi waktu dan keadaan, seperti disajikan pada gambar berikut :